Aku sedang duduk di
depan layar monitor sembari membaca kata per kata yang tertera pada sebuah
gambar yang ku unduh satu minggu lalu “Ambil
sebuah buku terdekatmu. Carilah sebuah paragraf dalam buku tersebut yang ingin
kamu tuliskan dan kenapa…..” seusai membaca kalimat tersebut, aku langsung
mengendarkan pandanganku ke arah meja; ada tiga buku yang berada paling dekat
denganku, pertama adalah buku Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara yang
sudah lama kubiarkan tergeletak di dekat printer, buku kedua adalah Kamus
Bahasa Inggris - Indonesia yang tadi kugunakan untuk mengerjakan tugas Linguistic and Literature dan sepertinya
buku
ketiga adalah yang akan kupilih, buku Kumpulan Puisi Di Hadapan Rahasia Karya
Adimas Immanuel.
Buku Kumpulan Puisi
ini sudah tandas kubaca sejak tiga bulan lalu. Saat pertama kali membaca
puisi-puisi pada buku ini, aku mendapati
[banyak] hal baru; mulai dari kosakata-kosakata yang masih asing di telingaku, lukisan-lukisan yang menjadi sumber inspirasi penulis,
serta makna dari puisi-puisi itu sendiri. Jujur saja, ada banyak puisi dalam buku ini yang
menjadi favorit dan ingin kutulis untuk menjawab tantangan menulis di hari
kelima, namun aku harus memilih satu dari beberapa puisi tersebut dan pilihanku
jatuh pada puisi berjudul Doa Yang Berjatuhan Dari Atap Dunia :
Sejumlah barangkali memisahkan diri
dari sebentar yang kau yakini, semudah
aku memisah putih telur dari kuningnya
memasrah hidup dalam kelindan peningnya
Sejumlah kemungkinan jatuh dari ketinggian
seperti sengaja kekalkan suara berdebam,
membawa mimpi buruk yang mengental
dalam mata hitam para penderes nira.
Tetapi aku mata teliti para kerani
yang memuntahkan huruf-huruf
dan tanda baca untuk memperluas
taman bunga dunia, tempat main kita.
Dunia yang terpisah dari harga-harga
yang menggodam tengkuk kelas pekerja,
dunia yang berdenyar setelah kata amin
tergelincir dari doa-doa yang gemetar.
(Adimas Immanuel, Di Hadapan Rahasia, hal 93)
Aku memilih puisi di
atas karena saat pertama kali membacanya, pikiranku langsung tertuju pada apa
yang sedang berada di hadapanku; ialah takdir dan kehidupan yang selalu
dihujani harapan dan doa. Puisi ini mengingatkanku bahwa hidup ini penuh dengan
pengandaian dan ketidakpastian. Kita sadar
bahwa manusia memang selalu dihadapkan pada hal-hal yang tak bisa ditebak,
namun kita masih tetap merangkai kemungkinan-kemungkinan tersebut dalam kepala
pun mencipta harapan-harapan dalam hidup, membiarkan doa menjadi penawar takdir
atau bahkan memasrahkan hidup pada takdir, kurang lebih seperti itu.
Tiap
orang punya interpretasi yang berbeda, lagipula yang tahu makna sesungguhnya
ialah penulis puisi itu sendiri, kita sebagai pembaca hanya bisa
menginterpretasikan puisi tersebut sesuai dengan pemahaman masing-masing, akhir
kata; aku sangat menikmati puisi-puisi dalam buku ini, apikkk. Yuhuu~
***
0 Komentar:
Posting Komentar
share your comments here